Suatu ketika, seekor induk ayam baru saja menetaskan telur - telurnya menjadi lima ekor anak ayam, sedangkan sebutir telur tidak menetas. Seperti biasa ayam yang sudah menetas biasanya langsung berjalan mengikuti induknya untuk mencari makanan. Hiangga suatu hari ayam pertama dengan tidak sengaja menginjak pinggir tempurung kelapa yang sedang terbuka. Karena beratnya badan ayam, tempurung tersebut berbalik lalu menutup anak ayam tersebut. Rasanya gelap gulita, dia tidak melihat apa - apa. Ia berusaha untuk keluar tapi tidak bisa. Tidak bisa melihat induk dan saudara - saudaranya. Kejadian yang begitu cepat membuatnya berpikir bahwa induk dan saudaranya mengalami hal yang sama sepertinya yaitu berada dalam tempat yang sempit dan gelap. Setelah pulang ke rumah, induknya baru menyadari dia telah kehilangan seekor anak kesayangannya. Iya mencoba mencarinya tapi tidak ditemukan lagi. Air mata kesedihan menetes dari mata bening induknya. Ia tetap berusaha tegar untuk menghidupkan anak - anaknya. Anak ayam pertamapun kelaparan dan mati.
Di waktu yang lain seekor elang datang dan menerkam ayam ke- dua. Kaki yang besar dan kuat menggenggam tubuhnya hingga tidak dapat bergerak. Kukunya yang tajam menusuk kedalam daging memperkuat cengkraman. Lalu yang paling sakit adalah saat ia mencabik - cabik bulu dan daging ayam itu lalu dimakannya. Saat itu pula ayam itu menghembuskan napas terakhirnya. Hati induk ayam kembali teriris melihat anaknya direnggut si elang.
Seiring berjalannya waktu anak - anak ayam itu semakin besar. Induk ayam harus berpisah dengan tiga ekor anaknya karena dia harus kembali bertelur. Diberinya nasihat kepada tiga anaknya untuk bisa mandiri dalam mencari makan. Saling melindungi dan menyayangi antara satu dengan yang lain. Saling memberi kode jika ada bahaya yang mengancam. Lalu induknya pergi karena dia merasa telurnya akan segera keluar.
Beberapa minggu setelah mengeram, induknya kembali menemukan anak-anaknya. Sayangnya mereka hanya tersisa dua ekor. "Mana saudaramu yang ke - tiga?". Tanya induk kepada dua ekor anaknya. Anak yang ke empat memalingkan wajahnya ke kiri dengan raut yang sedih sambil menahan air mata yang sudah terkumpul semakin banyak di kedua matanya. Mereka merasa bersalah dan tidak berani menatap mata induk mereka. Ayam ke - lima hanya tunduk diam dan tidak menjawab apa - apa. Lalu sekali lagi induknya menanyakan pertanyaan yang sama tetapi dengan nada yang lebih tinggi. "Malam itu kami baru saja memulai tidur, Tiba-tiba tuan kita datang dan mengambilnya lalu masuk ke dalam rumahnya. Lalu kami mendengar dia berterak dengan suara yang kurang jelas". Jawab anak ke empat dengan suara terbata - bata. Mendengar jawaban itu induknya hanya meneteskan air mata karena dia memahami apa yang sudah terjadi pada anaknya yang ke- tiga. Kemudian dia memberi penguatan agar mereka tetap semangat menjalani hidup.
"Ayo..., hajar lagi...., tendang dikepalanya".Suara teriakan terdengar riuh. Induk ayam mencoba mendekati arah munculnya suara tapi tidak terlalu dekat. Dan dia melihat kerumunan orang melingkar pada dua ekor ayam yang sedang diadu. Dia coba memperhatikan ternyata sala satunya adalah anaknya yang ke - empat. Dengan seragam pisau tajam si kakinya, dia berdiri kokoh dan kuat memperliatkan keberaniannya. Induknya langsung tersenyum bangga menyaksikan anaknya menang dalam pertandingan tersebut. Anaknya terus mengukir prestasi dan membanggakan induknya, tetapi akhirnya ia mati juga dikalahkan sama ayam lain.
Di waktu yang lain, suatu kebanggan luar biasa dari seekor induk juga ketika itu dia menyaksikan suara emas yang sangat merdu dari anaknya yang ke-lima. Saat itu anaknya mengikuti kontes ayam yang memiliki suara merdu. Anaknya pun selalu mendapatkan banyak penghargaan untuk kontes itu. Tetapi sayangnya dia diracuni oleh orang yang iri dengan suaranya dan mati. Lalu induk ayam itupun mati dan mereka saling bertemu di dunia lain. musik dan tari – tarian mengiringi kedatangan induk mereka di dunia yang lain. lalu mereka menikmati makan malam bersama sambil berbincang dan bercanda ria. “Hidup itu dingin, tidak melihat apa – apa, tenang dan tidak bergerak, hingga kamu membusuk”, kata telur yang tak sempat menetas. “Hidup di bumi itu sepih, sendirian di tempat yang sempit dan gelap. kelaparan, dan kamu tidak akan mendengarkan siapa – siapa, lalu mati”, ayam pertama menolak pendapat telur. “Tidak,, hidup itu siksaan, dimana kamu diterkam oleh makluk buas yang tak punya hati, yang akan menusuk kuku – kuku panjangnya pada tubuh mungilmu, lalu kamu dicabik – cabik hingga berdarah – darah, kemudian kamu lenyap dimakannya”, pendapat ayam ke dua tentang hidup. lalu ayam ke tiga menyambung. Dia berpendapat bahawa hidup itu hanya ada saat kamu masih kecil. setelah dewasa kamu akan merasakan ada sesuatu yang menggenggamu saat kamu tertidur, lalu kamu merasakan sebuah barang tajam bergerak di bagian bawah lehermu dan mautpun menghampirimu, kamu hanya bisa berteriak itupun hanya beberapa saat. “Kalian semua salah” sambung ayam ke empat. “Hidup itu indah, kamu akan bertarung dengan gagah dan berani, dengan ototmu yang kuat dan dilengkapi dengan pisau dikakimu. kamu akan disanjung saat kamu menjuarai sebuah pertandingan. tetapi kesombongan akan menghancurkanmu”. lanjut ayam ke empat. lalu ayam ke lima berkata, “aku hampir sama dengan ayam ke empat bahwa hidup itu indah, dan kamu harus selalu berhati – hati dalam menjalankannya, karena semakin kamu sukses, maka semakin banyak orang yang akan merasa iri dengan keadaanmu.
Pada akhirnya induk ayam menyatukan semua pendapat mereka, “Sebenarnya sudah ada yang mengatur hidup kita semua. Dia adalah Tuhan. Dia mengatur semuanya tentang apa yang terjadi dan akan terjadi. Kita hanya diminta untuk selalu berbuat baik kepada siapapun dan dimanapun.